Minggu, 23 Mei 2010

Pengalaman Menulis: Dari Pintu Kelas Hingga Ibukota



oleh: Ajeng Kania, guru SD Negeri Cibiru 5 Kota Bandung

KEBIASAAN MENGELIPING KORAN BEKAS!(1)

Menulis di media cetak bukan monopoli mereka berlatar ilmu jurnalistik. Bukan pula khusus dosen atau peneliti. Tapi siapa saja dan disiplin ilmu apa saja. Sebagai cendekiawan, guru pun dirangsang untuk bisa menulis, termasuk guru SD. Manisnya buah menulis telah kurasakan. Begitu pun dukanya manakala menanti tulisan tak kunjung dimuat, sebagian ada kembali dan sebagian tak ada kabar beritanya.

Mengungkapkan isi hati sudah biasa dilakukan oleh para remaja. Untuk menumpahkan segala unek-unek, kegundahan dan kerisauan, remaja terbiasa menggoreskannya dalam buku harian (diary). Hal itu tidak disadari bahwa sesungguhnya mereka telah terlibat dalam suatu proses kegiatan menulis.

Rasa tidak percaya diri, menjemukan bahkan perasaan takut dikritik atau disomasi merupakan faktor penghambat orang tampil di media publik. Minimnya informasi tentang menulis di media publik harus dari mana, ke mana, apa, bagaimana dan kenapa, menjadikan kegiatan menulis seolah eksklusif hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Terbatasnya kesempatan dan sarana membuat hasrat dan minat menulis yang awalnya bersemi seringkali redup lagi.

Era UUGD mengharuskan guru meraih kualifikasi minimal D4/S1. Aku yang lulusan D2 PGSD berkesempatan menempuh studi. Hal itu amat positif bagi guru bertahun-tahun mengajar di kelas kembali ke kampus (back to campus) untuk menyegarkan kembali sekaligus memperluas pengetahuan, kecakapan dan kompetensinya. Sebagai mahasiswa, kembali disibukkan tugas-tugas berkaitan dengan kasus-kasus aktual di masyarakat. Beruntung aku memiliki kebiasaan mengeliping rubrik-rubrik tertentu sehingga memudahkan mengerjakan sejumlah tugas.

Dengan sering membaca penulis-penulis opini yang kukliping memotivasiku untuk memulai menulis. Kuberanikan diri untuk menulis di media cetak. Rasa tidak pede, minder, takut ditertawakan itulah perasaan pertama kali yang menyelimutiku. Aku mengeposkannya. Iseng-iseng. Tidak dimuat tidak apa-apa mengingat aku bukan siapa-siapa hanya mencoba. Hatiku dagdigdug takut kalau dimuat dan reaksi orang di sekitarku. Secara tidak terduga, tulisan itu dimuat harian Pikiran Rakyat, pada akhir tahun 2005..

Sejak itu aku termotivasi untuk menulis. Apalagi setiap tulisan dimuat, media cetak memberi imbalan berupa honor menulis. Tulisan di media cetak dapat dijadikan kredit poin untuk kenaikan pangkat atau keperluan sertifikasi. Potensi menulis yang terpendam bertahun-tahun bersemi. Kini sejumlah media cetak memberikan rubrik khusus sebagai ruang untuk guru (TK hingga SMA) berkarya. Bagi penulis pemula, proteksi ini berlatih dan mencoba sehingga besar kemungkinan untuk dimuat. Tulisan dimuat di media cetak, menjadi kebanggaan setiap penulis juga kebanggaan seluruh warga sekolah. Ini tentu efektif memompa semangat sebagai bekal untuk menulis selanjutnya. Prinsipku, ruang khusus guru itu harus dimanfaatkan!!

JANGAN BOSAN UNTUK MENCOBA TERUS!(2)

Syarat menjadi penulis banyak membaca dan tidak bosan. Karena tidak dimuat, seringkali kita malas untuk melakukan kegiatan menulis kembali. Persoalannya, bagaimana memelihara agar semangat menulis tetap terpelihara?



Menulis memerlukan situasi dan kondisi kondusif. Pikiran yang kalut, tegang atau terlalu sibuk berpengaruh membuat kita sulit berpikir jernih. Dalam keadaan tenang pun belum tentu inspirasi atau ide itu muncul. Kalaupun ide muncul, tapi sering lupa kembali. Hemhh…

Untuk itu ketika ide berkelebat muncul, jangan lupa catat pada secarik kertas atau simpan di telpon genggam. Kalau sudah punya kesempatan dapat dibuka kembali dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Satu pengalamanku, kalau ide itu kuat dan orisinil, insya Allah tulisan kemungkinan besar dimuat. Tinggal kita membuat outline berisi tema-tema setiap paragraf. Seorang penulis harus selalu berpikir positif (positif thinking) menyikapi suatu kasus, tidak mudah menghakimi, emosi, atau menyinggung orang lain.

Akan tetapi, memunculkan ide harus dipancing. Soalnya, mencari ide gampang-gampang susah. Kadang-kadang berbulan-bulan ide diharapkan tak juga muncul. Menurut buku Bambang Trims yang kubaca, ternyata agar inspirasi selalu muncul, dapat kita aktif mengeksplorasi pengalaman dialami diri sendiri; atau menimba pengalaman orang lain dengan berdiskusi, seminar atau silaturahmi; dan banyak membaca buku. Bagi H. Usep Romli, dirinya tak segan sengaja melakukan perjalanan keluar masuk kampung bahkan hutan merupakan bagian membaca teks kehidupan sebagai inspirasi bahan menulis.

Guru SD dikenal sebagai guru serba bisa. Sebagai guru kelas, dituntut menguasai sejumlah mata pelajaran, mulai PKn, IPA/S, Matematika, bahasa, hingga SBK. Kecuali Pendidikan Agama Islam dan Penjaskes, biasanya dipegang guru khusus. Guru SD bertindak juga guru BK (bimbingan dan konseling) dan merangkap tata usaha mengelola administrasi siswa hingga urusan keuangan seperti SPP (dulu), tabungan, dan lain-lain. Belum kegiatan di ekstrakurikuler seperti: pramuka. Tentu pengalaman ini sumber bahan menulis cukup kumplit. Sebagai guru multi-bidang studi, memungkinkan ide-ide tulisan semakin warna-warni.

Yang kurasakan kegiatan menulis memerlukan motivasi, daya tahan dan keuletan. Banyak kawan-kawanku berhenti menulis dengan alasan bosan karena tak kunjung dimuat. Kita harus menyadari bahwa karya tulis dianggap baik versi kita, belum tentu baik dan cocok bagi media cetak. Di samping dewan redaksi, sebagai media publik, penilaian sepenuhnya berada di tangan khalayak pembaca.

Itulah ujian seyogianya disadari bagi penulis. Menulis merupakan sebuah proses berlatih terus-menerus. Penulis sekelas Rosihan Anwar adakala dikembalikan karyanya. Begitu pula pengarang heboh mengguncang dunia, J.K. Rowling (pengarang Harry Potter) beberapa kali ditolak karyanya. Berkaitan dengan naskah kita, dengan menyesuaikan gaya dan bentuk penyajian, naskah itu sebenarnya dapat dikirim ke media lain yang lebih cocok sehingga memiliki kemungkinan dimuat. Nah, kalau pun belum bisa dimuat juga, kita tidak perlu patah arang, naskah itu dapat didokumentasikan seperti kliping. Kliping buah karya kita yang suatu saat diperlukan kembali. Kini, media digital menawarkan fasilitas dokumentasi bisa diakses tanpa batas, sehingga tulisan kita bisa disimpan di blog atau notes fesbuk. Seperti artikel ini, adalah artikel yang pernah saya kirim ke rubrik “KISAH” GM, tapi sudah lebih dari tenggat waktu tidak dimuat, saya share di wordpress ini mudah-mudahan masih memiliki segenggam manfaat bagi pembaca.

Menulis jangan terpaku satu media, sehingga kemungkinan dimuat lebih besar bahkan bisa bersamaan dan tentu harus diingat harus berbeda tema. Kalau menjadi artikel ganda (dimuat sama2 dan konten sama) penulis bisa celaka. Redaksi suatu media sering tidak berkenan, seperti: harian Kompas suka mem-blacklist penulis tersebut, minimal dalam jangka waktu tertentu tidak memuat karyanya.

Selanjutnya, tetap berkarya meski sebatas sketsa dalam “masa menunggu dimuat”, dan terakhir, menjalin komunikasi dengan sesama penulis. Tips ini amat membantu memelihara semangat menulis dan tetap produktif.

PENULIS MAPAN DAN “SELERA” MEDIA CETAK (3)

Menelaah karya-karya penulis besar sesungguhnya proses pembelajaran menulis mandiri amat ampuh. Secara tidak langsung kita dapat mempelajari gaya bertutur, pemilihan kosa kata, dsb. H. Usep Romli, HM, Jakob Soemardjo, Ajip Rosidi atau Moh. Sobary adalah penulis senior favoritku.
Bersma penulis jurnalis, guru, dosen, kader PKK/Posyandu, dan para pelajar di Pendopo Kota Bandung
H. Usep Romli adalah penulis serba-bisa menginspirasiku. Pak Romli selalu hadir di sejumlah media cetak di Bandung juga Jakarta. Beliau piawai mengupas berbagai tema baik politik, luar negeri, spiritual, kebudayaan dan sebagainya. Beliau pun cakap dan eksis di majalah berbahasa Sunda selain tulisan populer juga sebagai pengarang carita pondok. Pengalamannya yang panjang sebagai penulis banyak dituangkan cukup inspiratif bagiku. Begitu juga Pak Jakob, Pak Ajip, dan Pak Sobary adalah budayawan ternama dengan gaya bertutur berkelas kolumnis sehingga tulisannya “bersayap” cukup indah dan mengalir enak dinikmati. Tulisan kalangan para wartawan berbagai media cetak turut mewarnai dan merupakan pengayaan khazanah bagiku.

Belajar pada penulis mapan tentu bukan menjiplak bulat-bulat karyanya. Tapi mempelajari bentuk dan gaya, keunikan (sifat khas), atau teknik cara menyajikan data dan fakta serta cara memecahkan masalah. Begitu juga teknik membuka dan menutup tulisan maupun memperhitungkan panjang tulisan bisa dipelajari. Dalam jangka waktu tertentu, toh, seorang pemula akan memiliki karakter, gaya, kekhasan, dan kekuatannya sendiri.

Momentum itulah peristiwa yang berkesan pada setiap orang. Meskipun mengenal sejumlah koran sejak lama, akan tetapi tanpa sebuah momentum tidak bisa membuat setiap orang tergugah. Momentum coba-coba mengirim naskah ke media cetak dan ternyata dimuat itulah membuatku mulai mencintai dunia menulis khusus publik. Awalnya tulisan-tulisanku cukup di-diary untuk konsumsi pribadi saja.

Bersama Walikota Bandung, Bapak H. Dada Rosada

Seperti aku berkenalan dengan Galamedia (GM). Aku hanya tahu rubrik Opininya, khusus buat sejumlah pakar. Rubrik tsb tidak membuatku percaya diri sebagai guru SD. Suatu ketika, rekanku memberi tahu rubrik khusus GM untuk guru Suara Guru setiap hari Jum’at. Kesempatan itu tidak disia-siakan, segera dimanfaatkan dengan mengirimkan naskah. Dua naskah pertama tidak dimuat. Naskah berikutnya, bertema Pramuka, Mengaggas Unit PBA Kepramukaan dimuat GM, Jum’at, 20 April 2008. Sejak itu hampir setiap bulan dapat mengisi rubrik Suara Guru dan tiga kali tercatat di rubrik Opini GM. Kawanku memberi kabar adanya rubrik akademia, di Republika setiap hari Rabu. Dua tulisanku tentang bakat anak dan pelajaran menggugah, dikirim via email langsung dimuat tanpa diselang penulis lain.

Begitulah romantika sebagai penulis, dimuat atau tidak adalah hal biasa. Soalnya kalau sedang mood, tulisan bisa jernih dan mengalir, tapi kalau sedang bete menjadi buram dan kusut seperti benang kusut.

Tulisan yang aktual, bagus, argumentatif, belum tentu juga cocok di suatu media tertentu. Tulisan bertema Guru dan Sertifikasi tidak cocok untuk majalah Bobo, Rumah, atau Motorplus, tetapi akan dipertimbangkan di rubrik Suara Guru (GM); Suluh (TJ) atau Forum Guru (PR). Tulisan seputar pengalaman mengajar seperti: inovasi dan kreativitas, tantangan dan pemecahan masalah di kelas, dan tema pendidikan dapat dikirim ke rubrik-rubrik media tsb. Sebagai penulis, selain menjaga kualitas tulisan, kejelian memerhatikan gaya dan “selera” sesuai dengan visi redaksi sebuah media cetak layak menjadi pertimbangan. Mungkin itulah akhirnya, beberapa tulisanku diterima oleh media cetak, seperti: Pikiran Rakyat, Galamedia, Tribunjabar, Kompas, Republika, Suara Daerah PGRI Jabar, Suara Guru PB-PGRI Jakarta, BKW Disdik Jabar, Nuansa, Mangle, dan lain-lain. Resep ini dilakukan agar tidak banyak naskah masuk keranjang sampah yang bikin putus asa para penulis.

MENEMBUS RUANG DENGAN MENULIS(4)

Efek kegiatan menulis sangat dahsyat. Tulisan bisa mengubah basis nilai dan perabadan masyarakat. Umur tulisan bukan saja sering melebihi umur penulisnya dan dibaca orang berganti generasi. Dengan menulis membuka pintu untuk aktif di sejumlah organisasi dan komunitas lainnya.


menjadi narasumber semiloka di Sukabumi
Ketika menjadi guru di tahun 1997, idealisme dan jiwa mudaku bergelora. Terbersit ingin sekali aktif di organisasi minimal internal guru, seperti PGRI. Akan tetapi hampir sepuluh tahun, statusku tak berubah, yakni harus puas bertahan sebagai anggota. Di bayang-bayang guru senior yang telah eksis, sulit sekali guru muda memperoleh berkesempatan, kalau tidak ada sesuatu “luar biasa”. Tak pelak, kegiatan sehari-hari tak beranjak dari rutinitas semata, yakni mengajar, absen, lalu pulang.

Berbeda setelah turut aktif menulis. Di akhir Nopember 2006, sepucuk surat dari PB PGRI ditanda-tangani, Prof. Dr. Moh. Surya mengundangku sebagai satu dari lima pemenang tulisanku di Forum Guru, Pikiran Rakyat selama tahun 2006. Di tahun itu aku memiliki 4 tulisan pernah dimuat. Saat itu aku dan empat rekan guru lain penghargaan dan hadiah dari harian PR, Bank Jabar, Disdik dan tentu PB-PGRI diberikan bertepatan dengan Hari PGRI/Guru ke-61 Tingkat Jawa Barat di Cirebon, tanggal 6 Desember 2006.'

Pada bulan April 2007, 100 orang guru penulis di Jawa Barat diundang PGRI bekerjasama dengan Pikiran Rakyat. H. Sahiri Hermawan, SH, MH (Ketua PGRI Jabar) dan dihadiri H. Syafik Umar (PR) meresmikan Asosiasi Guru Penulis (AGP) PGRI Jawa Barat, tanggal 12 Mei 2007. AGP dibentuk sebagai badan kelengkapan dimiliki PGRI Provinsi Jawa Barat. Aku termasuk sedikit peserta memiliki kesempatan menjadi pengurus AGP periode 2007-2008. Di antara sedikit ini, aku adalah satu-satunya guru SD. Sementara lainnya guru-guru segudang prestasi dan jabatan dengan jenjang S-2, aku baru D2, membuatku semakin kagum, seperti: para asesor dan fasilitator di pusat kurikulum nasional, BSNP dan LPMP, guru teladan, praktisi perbukuan, dan lain-lain.
bertemu Ketua Umum PGRI, Dr. H. Sulistiyo di Jakarta
Dengan komunitas kreatif dan positif, relasi pergaulan dijalin makin luas. Bukan saja rekan guru, tapi penulis dan komunitas lainnya seperti: wartawan, penulis buku best seller, penerbit, motivator, dan lain-lain. Sebagai bagian dari kepengurusan PGRI di tingkat Jawa Barat aku sering terlibat kegiatan organisasi, baik AGP maupun PGRI. Salah satu program AGP saat itu menyelenggarakan Semiloka Karya Tulis dan PTK di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat dengan menggandeng Pikiran Rakyat dan LPMP.

Aku pun akhirnya turut aktif di kegiatan PGRI Jawa Barat seperti: terlibat di Konkerprov PGRI Jabar 2007 dan 2008; Seminar-seminar diselenggarakan Education International-PGRI-Consortium Project; Workshop Asean Women Network di Hotel Jayakarta, Jakarta; Sejumlah Pelatihan oleh PGRI; Silaturahim Pancamitra setiap tahun ; Konferensi PGRI Jawa Barat 2008 di Grand Hotel Lembang. Aku pun berkesempatan bertemu pucuk pimpinan PB-PGRI, pejabat disdik hingga Mendiknas.
dengan tim juri dan para wartawan nasional di Hotel Ambhara Jakarta
Peristiwa tersebut memperkaya wawasan, pergaulan, dan pengalaman bagi pengembangan profesional sebagai guru. Dengan berkendaraan menulis, sekat birokrasi, senioritas dan hierarki organisasi dulu begitu sulit ditembus akhirnya dapat dilalui. Untuk aktif di tingkat Jawa Barat tidak perlu merayap melalui ranting dan cabang, tapi meluncur di tingkat provinsi. Keaktifan di AGP, membuatku masuk dalam struktur kepengurusan PGRI Jawa Barat 2008-2013, aku diberi kepercayaan sebagai anggota Biro Pokja Hubungan Kerjasama Instansi dan Luar Negeri PGRI Propinsi Jawa Barat. Dan di Majalah Suara Daerah, terpilih sebagai salah satu anggota Redaksi sesuai SK Ketua PGRI Prov Jabar. Tentu ini amanah yang harus dikerjakan dengan penuh dedikasi, disiplin, dan tanggungjawab.

BERJUMPA PRESIDEN BAPAK SBY!(5)

Sebelumnya, SD tempatku mengajar hanya lima ruang kelas. Tak heran selama sepuluh tahun dihabiskan dengan pengalaman sebatas dari pintu kelas satu ke pintu lain dan rekanku, 7 orang guru. Tetapi berkat menulis, aku berhasil bertemu Walikota, Gubernur, Mendiknas hingga Presiden SBY.

Pinunjul I Karya Tulis Mangle 2009
Pergaulan dengan komunitas sesama penulis cukup positif dalam berbagi pengalaman. Persentuhan dengan praktisi perbukuan seperti: penulis buku, editor, ilustrator, atau penerbit semakin memotivasi semangatku untuk membuat buku. Seperti halnya vokalis, suatu ketika ingin meluncurkan album, bukan? Ternyata, menulis buku diperlukan konsentrasi, stamina dan nafas panjang yang melelahkan. Buku pertama kubuat adalah Buku Siswa Cerdas dicetak terbatas untuk pengayaan murid di kelasku. Di tahun 2008, buku Menembus Ruang dengan Menulis dengan pengantar buku oleh Bapak H. Sahiri Hermawan, SH, MH (Ketua PGRI Jabar saat itu) bisa kuselesaikan. Menulis naskah buku ini pula digunakan sebagai pengisi kevakuman sambil menanti tulisan di media cetak dimuat. Kegiatan menulis ini cukup menyenangkan, dilakukan di waktu luang, di rumah atau di mana saja.

Melalui karya tulis aku diundang menerima penghargaan dari Walikota Bandung, Bapak H. Dada Rosada di Pendopo Kota Bandung, 31 Oktober 2008. Saat itu sebagai pemenang II Kategori Guru Lomba Sumbangsaran untuk Kota Bandung diselenggarakan Pemkot Bandung dan Tribunjabar. Sementara dua kali berjumpa Gubernur Jabar, Bapak Danny Setiawan, saat menerima penghargaan sebagai Penulis Terbaik Forum Guru, Pikiran Rakyat, pada saat Hari Guru/PGRI ke-61 (2006) Tingkat Jawa Barat di Alun-alun Kejaksan, Kota Cirebon dan HUT HGN/PGRI ke-62 di Sentul Kab. Bogor (2007). Penghargaan menulis lain diperoleh dari majalah berbahasa Sunda, Mangle, bekerja sama dengan Bapak Prof. Dr. Moh. Surya sebagai Pinunjul I Pasanggiri Karya Tulis Guru Se-Jawa Barat 2009. Tahun 2010, penulis mendapat anugrah sebagai pemenang III Lomba Karya Jurnalistik yang diselenggarakan oleh PIH Kemendiknas. Tulisan yang sudah satu tahun dimuat di republika dinyatakan sebagai pemenang (baca : Bertemu Mendiknas, Bapak Moh. Nuh). Hadiah diberikan di Plaza A Gedung Kemendikbud, oleh Mendiknas, Bapak Moc. Nuh. Para penulis diundang buka bersama di Hotel Ambhara, Jakarta.

Penulis terbaik Pikiran Rakyat 2006 dan 2007
Suatu ketika aku membaca pamflet sayembara penulisan naskah buku pengayaan tingkat nasional terpampang di kantor dinas kecamatan. Aku pun tertarik. Dengan memiliki sketsa dan outline naskah sebelumnya, aku tidak kesulitan membuat naskah sayembara dalam waktu cepat. Tinggal sedikit melengkapi dan menyempurnakan, naskah pun siap dikirim ke panitia.

Alhamdulillah, tanggal 15 Nopember 2008 kudapatkan surat dari panitia untuk seleksi calon pemenang di Jakarta. Seluruh calon pemenang dikarantina di Hotel Alia, Cikini – Jakarta Pusat dari 30 Nop – 4 Desember 2008. Setelah melalui prosesi tahapan penentuan calon pemenang, aku dinyatakan sebagai salah satu pemenang tingkat nasional naskah buku pengayaan Pusat Perbukuan Depdiknas RI 2008. Pengumuman disampaikan oleh Mendiknas, Bapak Bambang Soedibyo dalam acara talk-show disiarkan live TVRI Senayan Jakarta. Seluruh biaya hotel, akomodasi pesawat terbang, oleh-oleh buku dan hadiah sayembara ditanggung oleh Panitia. Para pemenang menikmati acara jalan-jalan di Jakarta, seperti: ke Taman Ismail Marzuki, Perpustakaan HB Jassin, TVRI, Keliling Kota Jakarta dan Badan Sensor Film. Para pemenang sayembara dan guru berprestasi lainnya berkesempatan berjumpa Presiden Bapak Susilo Bambang Yudhoyono saat Hari Guru/PGRI Tingkat Nasional ke-63 (2008), di Lapangan Tenis Indoor Senayan Jakarta, 2 Desember 2008.
bersama Sekjen Mendiknas, Bapak Dodi Nandika di Jakarta
 Kini menulis telah menjadi panggilan jiwa. Menulis memberi kepuasaan batin luar biasa. Berbagai rubrik di media cetak, aktif diisi penulis bukan semata demi honorarium, tapi untuk memberi pencerahan, berbagi pengetahuan, hiburan, dan berbagi pengalaman. Dengan niat tulus berbagi kebaikan dan nilai-nilai positif dengan pembaca, insya Allah usaha itu menjadi ladang amal solih dan ibadah yang berpahala.

Alhamdulillah, beberapa rekan dekatku termotivasi oleh pengalamanku memulai menulis. Begitu juga rekan guru lain semoga tergugah untuk dapat berbagi segenggam pengalamannya sehingga memberi manfaat bagi pembaca lainnya.
Bersama Mendiknas, Bapak Mohamad Nuh di Jakarta

Tulisan ini saya buat tuk berbagi sharing dengan para guru, berbagi tips tuk menanamkan keberanian untuk tidak menunda-nunda mencoba menulis. Meminjam istilah Pramudya Ananta Toer, Orang boleh pintar setinggi langit, selama tidak menulis ia akan hilang ditelan bumi. Menulis bekerja untuk pengetahuan dan keabadian.

Selamat mencoba!


Bandung, 8 Mei 2010

Sumber: sejumlah artikel dan buku Menembus Ruang dengan Menulis/Pengalaman Menulis Seorang Guru SD di Media Cetak (karya Ajeng Kania)